Ada beberapa bab yang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi jika seseorang melakukan tindakan kejahatan anatara lain :
Bab
XXII - Pencurian
Pasal
362
Barang
siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal
363
(1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1.
pencurian ternak; 2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa
bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan
kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3. pencurian di waktu
malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang
dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki
oleh yang berhak; 4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih: 5.
pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai
pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat,
atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu.
(2)
Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal
dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.
Pasal
364
Perbuatan
yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan
yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah
rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri
tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus
lima puluh rupiah.
Pasal
365
(1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang
didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian,
atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri
atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
(2)
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
1.
jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, di berjalan; 2. jika perbuatan dilakukan oleh dua
orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan
dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah
palsu atau pakaian jabatan palsu. 4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka
berat.
(3)
Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tuhun.
(4)
Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakihntkan luka berat
atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,
disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.
Pasal
366
Dalam
hal pemidanaan berdasarkan salah satu perbuatan yang dirumuskan dalum pasal
362. 363, dan 865 dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 -
4.
Pasal
367
(1)
Jika pembuat atau pemhantu ciari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah
suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan
ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu
tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.
(2)
Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah
harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam
garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua maka terhadap orang itu hanya
mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.
(3)
Jika menurut lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain
daripada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat di atas berlaku juga bagi
orang itu.
Unsur-Unsur Pencurian
Unsur-unsur
Objektif berupa:
1. Unsur perbuatan mengambil (wegnemen). Dari adanya unsur perbuatan yang
dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana
formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang
dilakukan dengan gerakan - gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan
menggunakan jari - jari dan tangan yang kemudian diarahkan pada suatu benda,
menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ke
tempat lain atau ke dalam kekuasaannya. Sebagaimana dalam banyak tulisan,
aktifitas tangan dan jari - jari sebagaimana tersebut di atas bukanlah
merupakan syarat dari adanya perbuatan mangambil. Unsur pokok dari perbuatan
mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan
berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal
tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap
suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaan. Berdasarkan hal
tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap
suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata
dan mutlak (Kartanegara, 1:52 atau Lamintang, 1979:79-80). Unsur berpindahnya
kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk
selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk
menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna. Sebagai ternyata dari
Arrest Hoge Raad (HR) tanggal 12 Nopember 1894 yang menyatakan bahwa
"perbuatan mengambil telah selesai, jika benda berada pada pelaku, sekalipun
ia kemudian melepaskannya karena diketahui".
2. Unsur benda.
Pada mulanya benda - benda yang menjadi
objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van Toelichting
(MvT) mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda - benda
bergerak (roerend goed). Benda - benda tidak bergerak, baru dapat
menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi
benda bergerak, misalnya sebatang pohon yang telah ditebang atau daun pintu
rumah yang telah terlepas/dilepas. Benda bergerak adalah setiap benda yang
berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang
kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda
yang bergerak dan berwujud saja. Benda bergerak adalah setiap benda yang
menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (pasal 509
KUHPerdata). Sedangkan benda yang tidak bergerak adalah benda - benda yang
karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu pengertian lawan
dari benda bergerak.
3. Unsur
sebagian maupun seluruhnya milik orang lain.
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya
milik orang lain , cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik petindak
itu sendiri. Seperti sebuah sepeda milik A dan B, yang kemudian A mengambilnya
dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda tersebut telah
berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang
terjadi melainkan penggelapan (pasal 372). Siapakah yang diartikan dengan orang
lain dalam unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain? Orang lain ini
harus diartikan sebagai bukan si petindak. Dengan demikian maka pencurian dapat
pula terjadi terhadap benda - benda milik suatu badan misalnya milik negara.
Jadi benda yang dapat menjadi objek pencurian ini haruslah benda - benda yang
ada pemiliknya. Benda - benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi
objek pencurian.
Unsur-unsur
Subjektif berupa:
Maksud untuk memiliki. Maksud untuk
memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan
sebagai maksud atau opzet
als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua
unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud dari
perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk
memilikinya. Dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukkan bahwa dalam tindak
pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mensyaratkan beralihnya hak milik
atas barang yang dicuri ke tangan petindak, dengan alasan, pertama tidak dapat
mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang
menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja. Sebagai suatu
unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri (Satochid
Kartanegara 1:171) atau untuk dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila
dihubung kan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan per buatan
mengambil dalam diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin)
terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.
Melawan hukum. Maksud memiliki dengan melawan hukum atau
maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum
bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar
memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan
dengan hukum. Berhubung dengan alasan inilah, maka unsur melawan hukum dalam
pencurian digolongkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pendapat ini
kiranya sesuai dengan kete rangan dalam MvT yang menyatakan bahwa, apabila
unsur kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana berarti
kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur yang ada di belakangnya
(Moeljatno, 1983:182). Unsur maksud adalah merupakan bagian dari kesengajaan.
Dalam praktik hukum terbukti mengenai melawan hukum dalam pencurian ini lebih
condong diartikan sebagai melawan hukum subjektif sebagaimana pendapat Mahkamah
Agung yang tercermin dalam pertimbangan hukum putusannya (No. 680 K/Pid/1982
tanggal 30-7-1983). Dimana Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta (yang menghukum) dan membebaskan terdakwa dengan dasar dakwaan jaksa
penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dengan pertimbangan
hukum "tidak terbukti adanya unsur melawan hukum". Sebab pada saat
terdakwa mengambil barang-barang dari kantor, dia beranggapan bahwa
barang-barang yang diambil terdakwaadalah milik almarhum suaminya. Sebgai
seorang ahli waris, terdakwa barhak mengambil barang-barang tersebut (Yahya
Harahap, 1988:868). Pada bagian kalimat yang berbunyi "dia beranggapan
bahwa barang-barang yang diambil terdakwa adalah milik almarhum suaminya"
adalah merupakan penerapan pengertian tentang melawan hukum subyektif pencurian
pada kasus konkrit dalam putusan pengadilan. Walaupun sesungguhnya tidak berhak
mengambil sebab barang bukan milik suaminya, tetapi karena dia beranggapan
bahwa barang adalah milik suaminya, maka sikap batin terhadap perbuatan
mengambil yang demikian, adalah merupakan tiadanya sifat melawan hukum
subyektif sebagaimana yang dimaksud pasal 362 KUHP. Sedangkan apa yang dimaksud
dengan melawan hukum (wederrechtelijk)
undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Pada
dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu
perbuatan tertentu. Dilihat dart mana atau oleh sebab apa sifat tercelanya atau
terlarangnya suatu perbuatan itu, dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan
hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan
hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat
tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari
hukum tertulis. Seperti pendapat Simons yang menyatakan bahwa untuk dapat
dipidananya perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut dalam
undang-undang (Moeljatno, 1983:132). Sedangkan melawan hukum materiil, ialah
bertentangan dengan azas-azas hukum masyarakat, azas mana dapat saja dalam
hukum tidak tertulis maupun sudah terbentuk dalam hukum tertulis. Dengan kata
lain dalam melawan hukum mate rill ini, sifat tercelanya atau terlarangnya
suatu perbuatan terletak pada masyarakat. Sifat tercelanya suatu perbuatan dari
sudut masyarakat yang bersangkutan. Sebagaimana pendapat Vos yang menyatakan
bahwa melawan hukum itu sebagai perbuatan yang oleh masyarakat tidak
dikehendaki atau tidak diperbolehkan (Moeljatno, 1983:131).
Bab
XXIV – Penggelapan
Pasal
372
Barang
siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal
373
Perbuatan
yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan
harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai penggelapan
ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling
banyak dua ratus lima puluh rupiah.
Pasal
374
Penggelapan
yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena
ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal
375
Penggelapan
yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan,
atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat,
pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya
selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Pasal
376
Ketentuan
dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini.
Pasal
377
(1)
Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam
pasal 372, 374, dan 375 hakim dapat memerintahkan supaya putusan diumumkan dan
dicabutnya hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 4.
(2)
Jika kejahatan dilakukan dalam menjalankan pencarian maka dapat dicabut haknya
untuk menjalankan pencarian itu.
Unsur-unsur
Objektif berupa :
1. Perbuatan memiliki. Zicht toe.igenen diterjemahkan
dengan perkataan memiliki, menganggap sebagai milik, atau ada kalanya menguasai
secara melawan hak, atau mengaku sebagai milik. Mahkamah Agung dalam putusannya
tanggal 25-2-1958 No. 308 K/Kr/1957 menyatakan bahwa perkataan Zicht
toe.igenen dalam bahasa Indonesia belum ada terjemahan resmi sehingga
kata-kata itu dapat diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki.
Waktu membicarakan tentang pencurian di muka, telah dibicarakan tentang unsur
memiliki pada kejahatan itu. Pengertian memiliki pada penggelapan ini ada
perbedaannya dengan memiliki pada pencurian. Perbedaan ini, ialah dalam hal
memi liki pada pencurian adalah berupa unsur subjektif, sebagai maksud untuk
memiliki (benda objek kejahatan itu). Tetapi pada penggelapan, memiliki berupa
unsur objektif, yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam
penggelapan. Kalau dalam pencurian tidak disyaratkan benar-benar ada wujud dari
unsur memiliki itu, karena memiliki ini sekedar dituju oleh unsur kesengajaan
se b agai maksud saja. Tetapi pada penggelapan, memiliki berupa unsur objektif,
yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Kalau
dalam pencurian tidak disyaratkan benar-benar ada wujud dari unsur memiliki itu,
karena memiliki ini sekedar dituju oleh unsur kesengajaan sebagai maksud saja.
Tetapi memiliki pada penggelapan, karena merupakan unsur tingkah laku, berupa
unsur objektif, maka memiliki itu harus ada bentuk/wujudnya, bentuk mana harus
sudah selesai dilaksanakan sebagai syarat untuk menjadi selesainya penggelapan.
Bentuk-bentuk perbuatan memiliki, misalnya menjual, menukar, menghibahkan,
menggadaikan, dan sebagainya. Pada pencurian, adanya unsur maksud untuk
memiliki sudah tampak dari adanya perbuatan mengambil, oleh karena sebelum
kejahatan itu dilakukan benda tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Lain
halnya dengan penggelapan. Oleh sebab benda objek kejahatan, sebelum
penggelapan terjadi telah berada dalam kekuasaannya, maka menjadi sukar untuk
menentukan kapan saat telah terjadinya penggelapan tanpa adanya wujud perbuatan
memiliki.
2. Unsur objek kejahatan (sebuah benda). Dimuka telah dibicarakan bahwa dalam
MvT mengenai pembentukan pasal 362 diterangkan bahwa benda yang menjadi objek
pencurian adalah benda-benda bergerak dan berwujud, yang dalam perkembangan
praktik selanjutnya sebagaimana dalam berbagai putusan pengadilan telah
ditafsirkan sedemikian luasnya, sehingga telah menyimpang dari pengertian
semula. Seperti gas dan energi listrik juga akhirnya dapat menjadi objek
pencurian. Berbeda dengan benda yang menjadi objek penggelapan, tidak dapat
ditafsirkan lain dari sebagai benda yang bergerak dan berwujud saja. Perbuatan
memiliki terhadap benda yang ada dalam kekuasaannya sebagaimana yang telah diterangkan
di atas, tidak mungkin dapat dilakukan pada benda-benda yang tidak berwujud.
Pengertian benda yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan
langsung dan sangat erat dengan benda itu, yang sebagai indikatornya ialah
apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu, dia dapat
melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih
dulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan bergerak saja, dan tidak
mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan benda-benda tetap.
Adalah sesuatu yang mustahil terjadi seperti menggelapkan rumah, menggelapkan
energi listrik maupun menggelapkan gas. Kalaupun terjadi hanyalah menggelapkan
surat rumah (sertifikat tanah ), menggelapkan tabung gas. Kalau terjadi misalnya
menjual gas dari dalam tabung yang dikuasainya karena titipan, peristiwa ini
bukan penggelapan, tetapi pencurian. Karena orang itu dengan gas tidak berada
dalam hubungan menguasai. Hubungan menguasai hanyalah terhadap tabungnya. Hanya
terhadap tabungnya ia dapat melakukan segala perbuatan secara langsung tanpa
melalui perbuatan lain terlebih dulu. Lain dengan isinya, untuk berbuat
terhadap isinya misalnya menjualnya, ia tidak dapat melakukannya secara
langsung tanpa melakukan perbuatan lain, yakni membuka kran tabung untuk
mengeluarkan/memindahkan gas tersebut.
3. Sebagian atau seluruhnya milik orang
lain. Benda yang tidak ada
pemiliknya, baik sejak semula maupun telah dilepaskan hak miliknya tidak dapat
menjadi objek penggelapan. Benda milik suatu badan hukum, seperti milik negara
adalah berupa benda yang tidak/bukan dimiliki oleh orang, adalah ditafsirkan
sebagai milik orang lain, dalam arti bukan milik petindak, dan oleh karena itu
dapat menjadi objek penggelapan maupun pencurian. Orang lain yang dimaksud
sebagai pemilik benda yang menjadi objek penggelapan, tidak menjadi syarat
sebagai orang itu adalah korban, atau orang tertentu, melainkan siapa saja
asalkan bukan petindak sendiri. Arrest HR tanggal 1 Mei 1922 dengan tegas
menyatakan bahwa untuk menghukum karena penggelapan tidak disyaratkan bahwa
menurut hukum terbukti siapa pemilik barang itu. Sudah cukup terbukti
penggelapan bila seseorang menemukan sebuah arloji di kamar mandi di stasiun
kereta api, diambilnya kemudian timbul niatnya untuk menjualnya, lalu
dijualnya.
4. Benda berada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan.
Di sini ada 2 unsur, yang pertama berada dalam kekuasaannya, dan kedua bukan
karena kejahatan. Perihal unsur berada dalam kekuasaannya telah disinggung di
atas. Suatu benda berada dalam kekuasaan seseorang apabila antara orang itu
dengan benda terdapat hubungan sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan
melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera
melakukannya secara langsung tanpa terlebih dulu harus melakukan perbuatan yang
lain. Misalnya ia langsung dapat melakukan perbuatan : menjualnya,
menghibahkannya, menukarkannya, dan lain sebagainya, tanpa ia harus melakukan
perbuatan lain terlebih dulu (perbuatan yang terakhir mana merupakan perbuatan
antara agar ia dapat berbuat secara langsung).
Unsur-unsur Subjektif berupa:
- Unsur
kesengajaan.
Unsur ini adalah merupakan unsur kesalahan dalam penggelapan. Sebagaimana
dalam doktrin, kesalahan (schuld ) terdiri dari 2 bentuk, yakni
kesengajaan (opzettelijk atau dolus ) dan kelalaian (culpos).
Undang-undang sendiri tidak memberikan keterangan mengenai arti dari
kesengajaan. Dalam MvT ada sedikit keterangan tentang opzettelijk,
yaitu sebagai willens en wetens, yang dalam arti harfiah dapat disebut
sebagai menghendaki dan mengetahui. Mengenai willens en wetens ini
dapat diterangkan lebih lanjut ialah, bahwa orang yang melakukan sesuatu
perbuatan dengan sengaja, berarti ia menghendaki mewujudkan perbuatan dan
ia mengetahui, mengerti nilai perbuatan serta sadar (bahkan bisa
menghendaki) akan akibat yang timbul dari perbuatannya itu. Atau apabila
dihubungkan dengan kesengajaan yang terdapat dalam suatu rumusan tindak
pidana seperti pada penggelapan, maka kesengajaan dikatakan ada apabila
adanya suatu kehendak atau adanya suatu pengetahuan atas suatu perbuatan
atau hal-hal/unsur-unsur tertentu (disebut dalam rumusan) serta
menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang timbul
dari perbuatan. Bahwa menurut keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa
setiap unsur kesengajaan (opzettelijk) dalam rumusan suatu tindak
pidana selalu ditujukan pada semua unsur yang ada di belakangnya, atau
dengan kata lain semua unsur-unsur yang ada di belakang perkataan sengaja
selalu diliputi oleh unsur kesengajaan itu.
- Unsur melawan
hukum.
Pada saat membicarakan pencurian, telah cukup dibahas akan unsur melawan
hukum ini. Karenanya di sini tidak akan dibicarakan lagi. Dalam
hubungannya dengan kesengajaan, penting untuk diketahui bahwa kesengajaan
petindak juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum ini, yang
pengertiannya sudah diterangkan di atas. Ada beberapa perbedaan antara
penggelapan dengan pencurian. Perbedaan itu adalah: a. Tentang perbuatan
materiilnya. Pada penggelapan adalah perbuatan memiliki, pada pencurian
adalah mengambil. Pada pencurian ada unsur memiliki, yang berupa unsur
subjektif. Pada penggelapan unsur memiliki adalah unsur tingkah laku,
berupa unsur objektif. Untuk selesainya penggelapan disyaratkan pada
selesai atau terwujudnya perbuatan memiliki, sedang pada pencurian pada
perbuatan mengambil, bukan pada unsur memiliki. b. Tentang beradanya benda
obje k kejahatan di tangan petindak. Pada pencurian, benda tersebut berada
di tangan/kekuasaan petindak akibat dari perbuatan mengambil, berarti
benda tersebut berada- d alam kekuasaannya karena suatu kejahatan
(pencurian). Tetapi pada penggelapan tidak, benda tersebut berada dalam
kekuasaannya karena perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan hukum.
Bab
XXV - Perbuatan Curang (Penipuan)
Pasal
378
Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun
menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal
379
Perbuatan
yang dirumuskan dalam pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak
dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh
lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
Pasal
379a
Barang
siapa menjadikan sebagai mata pencarian atau kebiasaan untuk membeli barang-
barang, dengan maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya memastikan penguasaan
terhadap barang- barang itu untuk diri sendiri maupun orang lain diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal
380
(1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak lima ribu rupiah:
1.
barang siapa menaruh suatu nama atau tanda secara palsu di atas atau di dalam
suatu hasil kesusastraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan, atau memalsu nama
atau tanda yang asli, dengan mal sud supaya orang mengira bahwa itu benar-benar
buah hasil orang yang nama atau tandanya ditaruh olehnya di atas atau di
dalamnya tadi; 2. barang siapa dengan sengaja menjual menawarkan menyerahkan,
mempunyai persediaan untuk dijual at.au memasukkan ke Indonesia, hasil
kesusastraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan. yang di dalam atau di atasnya
telah ditaruh nama at.au tanda yang palsu, atau yang nama atau tandanya yang
asli telah dipalsu, seakan-akan itu benar- benar hasil orang yang nama atau
tandanya telah ditaruh secara palsu tadi.
(2)
Jika hasil itu kepunyaan terpidana, maka boleh dirampas.
Pasal
381
Barang
siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai
keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan sehingga disetujui
perjanjian, hal mana tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak
dengan syarat- syarat yang demikian, jika diketahuinya keadaan-keadaan
sebenarnya diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Pasal
382
Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum. atas kerugian penanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij
yang sah. menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu barang yang dipertanggungkan
terhadap bahaya kebakaran, atau mengaramkan. mendamparkan. menghancurkan,
merusakkan. atau membikin tak dapat dipakai. kapal yang dipertanggungkan atau
yang muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya yang
dipertanggungkan, ataupun yang atasnya telah diterima uang bode- merij diancarn
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal
382 bis
Barang
siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau
perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk
menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu
dapat enimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konguren-konkuren
orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus
rupiah.
Pasal
383
Diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang
berbuat curang terhadap pembeli:
1.
karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli; 2
mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan, dengan menggunakan
tipu muslihat.
Pasal
383 bis
Seorang
pemegang konosemen yang sengaja mempergunakan beberapa eksemplar dari surat
tersebut dengan titel yang memberatkan, dan untuk beberapa orang penerima,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Pasal 384
Perbuatan yang
dirumuskan dalam pasal 383, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga
bulan atau denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah, jika jumlah
keuntungan yang di peroleh tidak lebih dari dua puluh lima rupiah.
Pasal 385
Diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun:
1. barang siapa
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
menjual, menukarkan atau membebani dengan creditverband sesuatu hak tanah yang
telah bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di
atas tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai
atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain; 2. barang siapa dengan
maksud yang sama menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband,
sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat yang telah dibehani credietverband
atau sesuatu gedung bangunan. penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga
telah dibebani demikian, tanpa mem beritahukan tentang adanya heban itu kepada
pihak yang lain; 3. barang siapa dengan maksud yang sama mengadakan
credietverband mengenai sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat. dengan
menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yanr bezhubungan dengan hak tadi
sudah digadaikan; 4. barang siapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau
menyewakan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat padahal diketahui
bahwa orang lain yang mempunyai atau turut mempunyai hak atas tanah itu: 5.
barang siapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak
tanah yang belum bersertifikat yang telah digadaikan, padahal tidak
diberitahukannya kepada pihak yang lain bahwa tanah itu telah digadaikan; 6.
barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak
tanah yang belum bersertifikat untuk suatu masa, padahal diketahui, bahwa tanah
itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga.
Pasal 386
(1) Barang siapa
menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman atau obat-obatan
yang diketahuinya bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu, diancan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Bahan makanan,
minuman atau obat-obatan itu dipalsu jika nilainya atau faedahnya menjadi
kurang karena sudab dicampur dengan sesuatu bahan lain.
Pasal
387
(1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun seorang pemborong atau
ahli bangunan atau penjual bahan-bahan bangunan, yang pada waktu membuat
bangunan atau pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan sesuatu
perhuatan curang yang dapat membahayakan amanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.
(2)
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang bertugas mengawasi
pemhangunan atau penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan
yang curang itu.
Pasal
388
(1)
Barang siapa pada waktu menyerahkan barang keperluan Angkatan Laut atau
Angkatan Darat melakukan perbuat.an curang yang dapat membahayakan kesempatan
negara dalam keadaan perang diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(2)
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang bertugas mengawasi
penyerahan barang-barang itu, dengan sengaja membiarkan perbuatan yang curang
itu.
Pasal
389
Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, menghancurkan, memindahkan, membuang atau membikin tak dapat
dipakai sesuatu yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Pasal
390
Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-
barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
Pasal
391
Barang
siapa menerima kewajiban untuk, atau memberi pertolongan pada penempatan surat
hutang sesuatu negara atau bagiannya, atau sesuatu lembaga umum sero, atau
surat hutang sesuatu perkumpulan, yayasan atau perseroan, mencoba menggerakkan
khalayak umum untuk pendaftaran atau penyertaannya, dengan sengaja
menyembunyikan atau mengurangkan keadaan yang sebenarnya atau dengan
membayang-bayangkan keadaan yang palsu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
Pasal
392
Seorang
pengusaha, seorang pengurus atau komisaris persero terbatas, maskapai andil
Indonesia atau koperasi, yang sengaja mengumumkan daftar atau neraca yang tidak
benar, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Pasal
393
(1)
Barang siapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan jelas untuk mengeluarkan lagi
dari Indonesia, menjual, menamarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai
persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan. barang-barang yang diketahui atau
sepatutnya harus diduganya bahwa padabarangnya itu sendiri atau pada bungkusnya
dipakaikan secara palsu, nama firma atau merek yang menjadi hak orang lain atau
untui menyatakan asalnya barang, nama sehuah tempat tertentu, dengan
ditambahkan nama atau firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri atau
pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau merek yang demikian sekalipun dengan
sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2)
Jika pada waktu melakukan kejahatan helurn lewat lima tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga dapat
dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
Pasal
393 bis
(1)
Seorang pengacara yang sengaja memasukkan atau menyuruh masukkan dalam surat
permohonan cerai atau pisah meja dan ranjang, atau dalam surat permohonan
pailit, keterangan- keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat
atau penghutang, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa
keterangan-keterangan itu tertentangan dengan yang sebenarnya, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun.
(2)
Diancam dengan pidana yang sama ialah si suami (istri) yang mengajukan gugatan
atau si pemiutang yang memasukkan permintaan pailit, yang sengaja memberi
keterangan palsu kepada pengacara yang dimaksudkan dalam ayat pertama.
Pasal
394
Ketentuan
pasal 367 berlaku hagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini
kecuali yang dirumuskan dalam ayat kedua pasal 393 bis, sepanjang kejahatan
dilakukan mengenai keterangan untuk mohon cerai atau pisah meja dan ranjang
Pasal 395
(1)
Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam bab
ini, hakim dapat memerintahkan pengumuman putusannya dan yang bersalah dapat
dicabut haknya untuk menjalankan pencarian ketika kejahatan di lakukan.
(2)
Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam
pasal 378 382, 385, 387, 388, 393 bis dapat dijatuhkan pencabutan hak-hak
berdasarkan pasal No. 1 - 4.
Ketentuan
dalam pasal 378 ini adalah merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting)
itu sendiri. Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti
sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsure khusus yang
bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal
379). Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat.
Pasal 378 merumuskan sebagai berikut :Penipuan
Dalam Bentuk Pokok
"Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum , dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu
muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
4 tahun."
Rumusan
penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan
(menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang
lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara
melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu
muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya
adalah unsurunsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum. ltundiri sendiri atau
1. Perbuatan menggerakkan (Bewegen). Kata bewegen selain
diterjemahkan dengan menggerakkan, ada juga sebagian ahli dengan menggunakan
istilah membujuk atau menggerakkan hati. KUHP sendiri tidak memberikan
keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat
didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada
orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak seseorang. Perbuatan
menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya
secara konkret bila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya
inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan
perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar. Dengan
perbuatan yang benar, misalnya dalam pasal 55 (1) KUHP membujuk atau
menganjurkan untuk melakukan tindak pidana dengan cara: memberikan atau
menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan dan lain sebagainya. Sedangkan
di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan cara-cara yang di dalamnya
mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu. Mengapa
menggerakkan pada penipuan ini harus dengan cara-cara yang palsu dan bersifat
membohongi atau tidak benar? Karena kalau menggerakkan dilakukan dengan cara
yang sesungguhnya, cara yang benar dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak
orang lain (korban) akan menjadi terpengaruh, yang pada akhirnya ia menyerahkan
benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Tujuan yang ingin dicapai
petindak dalam penipuan hanya mungkin bisa dicapai dengan melalui perbuatan
menggerakkan yang menggunakan cara-cara yang tidak benar demikian.
2. Yang digerakkan adalah orang. Pada umumnya orang yang menyerahkan
benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai
korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan
merupakan keharusan, karena dalam rumusan pasal 378 tidak sedikitpun
menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun
menghapuskan piutang adalah harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan
benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang
digerakkan, asalkan orang lain (pihak ketiga) menyerahkan benda itu atas
perintah/kehendak orang yang digerakkan. Artinya penyerahan benda itu dapat
dilakukan dengan perantaraan orang lain selain orang yang digerakkan. Kepada
siapa barang diserahkan, atau untuk kepentingan siapa diberinya hutang atau
dihapusnya piutang, tidak perlu harus kepada atau bagi kepentingan orang yang
menggerakkan/petindak. Penyerahan benda dapat dilakukan kepada orang lain
selain yang menggerakkan, asalkan perantaraan ini adalah orang yang dikehendaki
petindak. Untuk ini ada arrest HR (24-7-1928) yang menyatakan bahwa
"penyerahan merupakan unsur yang konstitutif dari kejahatan ini dan tidak
perlu bahwa penyerahan dilakukan pada pelaku sendiri". Dari unsur maksud
menguntungkan yang ditujukan dalam 2 hal, yaitu diri sendiri atau orang lain,
maka dapat dipastikan bahwa dalam penipuan bukan saja untuk kepentingan
petindak semata-mata melainkan dapat juga untuk kepentingan orang lain.
3. Tujuan perbuatan.
a. Menyerahkan benda :
Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam
pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada
pencurian, pemerasan, pengancaman, dan kejahatan terhadap harta benda lainnya,
di mana secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek
kejahatan, berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas
adanya unsur yang demikian. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pada
penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri
asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada, bahwa dalam penipuan
menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam hal ini hanya
unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan.
b. Memberi
hutang dan menghapuskan piutang : Perkataan hutang di sini tidak sama
artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian
atau perikatan. Hoge Raad dalam suatu arrestnya (30-1-1928) menyatakan bahwa
"yang dimaksud dengan hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor
sejumlah uang jaminan". Oleh karena itulah memberi hutang tidak dapat
diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian
yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat
timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan/membayar sejumlah uang
tertentu. Misalnya dalam suatu jual beli, timbul suatu kewajiban pembeli untuk
membayar/menyerahkan sejumlah uang tertentu yakni harga benda itu kepada
penjual. Demikian juga dengan istilah utang dalam kalimat menghapuskan piutang
mempunyai arti suatu perikatan. Menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang
lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau
pinjaman uang belaka. Menghapuskan piutang adalah menghapuskan segala macam
perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum
penipu untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain.
4. Upaya - upaya penipuan.
a. Dengan menggunakan nama palsu (valsche
naam) : Ada dua pengertian nama palsu. Pertama, diartikan
sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain. Misalnya
Abdurachim menggunakan nama temannya yang bernama Abdullah. Kedua, suatu
nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya.
Misalnya orang yang bernama Gino menggunakan nama Kempul. Nama Kempul tidak ada
pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang yang
menggunakannya. Banyak orang menggunakan suatu nama dari gabungan beberapa
nama, misalnya Abdul Mukti Ahmad. Apakah menggunakan nama palsu, jika ia
mengenalkan diri pada seseorang dengan nama Mukti Ahmad? Dalam hal ini kita
harus berpegang pada nama yang dikenal oleh masyarakat luas. Andaikata ia
dikenal di masyarakat dengan nama Abdul Mukti, maka la mengenalkan diri dengan
nama Mukti Ahmad itu adalah menggunakan nama palsu. Bagaimana pula jika
seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi
orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang penjaga malam bernama
Markaban mengenalkan diri sebagai seorang dosen bernama Markaban, Markaban yang
terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang dosen. Di sini tidak
menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat / kedudukan palsu.
b.
Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid) : Ada
beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche
hoedanigheid itu, ialah: keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan
kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu
kedudukan yang disebut/digunakan seseorang, kedudukan mana
menciptakan/mempunyai hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai
hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya
daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen,
jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu
misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima
bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau
ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrestnya (27-3-1893)
menyatakan bahwa "perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap
secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang
agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh
keperca yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat".
c.
Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan
(zamenweefsel van verdichtsels) : Kedua cara menggerakkan orang lain
ini sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat
menimbulkan kepercayaan/kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar
adanya. Namun ada perbedaan, yaitu: pada tipu muslihat berupa perbuatan,
sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan/perkataan. Tipu muslihat
diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan
kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak
benar. Karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya.
Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena
dengan tergerak hatinya/terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar
orang lain (korban) berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.
Unsur - Unsur Subjektif Penipuan
- Maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Maksud si pelaku dalam melakukan
perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri
atau orang lain, adalah berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Kesengajaan
sebagai maksud ini selain harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga
ditujukan pada unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum,
menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam
maksud ini harus sudah ada dalam diri si petindak, sebelum atau
setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan
artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik
bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain.
- Dengan melawan
hukum.
Unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada
unsur melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang
melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum
unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan
pada unsur melawan hukum. Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah
berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidaktidaknya
ketika memulai perbuatan menggerakkan, petindak telah memiliki kesadaran
dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melawan hukum di sini tidak
semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan
hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni sebagai
bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan
masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak
pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan
ialah si petindak mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya
dalam rumusan penipuan sebagai dicela masyarakat.